Tema : Gusdur tidak
selalu benar
Nara Sumber :
1. M. Bakhru Thohir, M.Si (Anggota
GUSDURIAN PUSAT Yogyakarta)
Ada hal yang
sangat klise jika dijelaskan ketika semua khalayak umum sudah paham apa
yang akan terjadi dan apa yang sudah terjadi. Begitupun hal yang sudah menjadi
isyarat di masa kemudian dan isyarat yang terjadi di masa lampau. Salah satunya
yakni petuah ataupun kata-kata yang tidak sengaja terlontar dari Tokoh atau
sosok yang tersohor pada kala itu sampai kala nanti.
Namun, lebih
salah lagi, jika kita hanya berdiam dan hanya mampu untuk mengatakan ‘iya’
serta tidak tahu menahu apalagi apatis terkait fatwa yang sudah terlontar.
Terlebih lagi banyak khalayak yang menangkap mentah dan sampai mendewakan
siapapun yang dianggapnya benar walaupun sudah menentang segala perbedaan dan
kebenaran yang terjadi ketika si pemilik fatwa tersebut sudah tidak ada dibumi
ini. Itu adalah bagian dari salah satu keresahan kenapa perbincangan bulanan
ini terjadi.
Yang
mengangkat tema kontroversi serta dianggap provokasi untuk menyalahkan siapa
sosok beliau yang kita dewa-dewakan ketika beliau sudah meninggal dunia.
Sengaja, dimoment Hari Raya Imlek kemarin topik yang kita angkat adalah Gusdur
dengan judul “GUSDUR TIDAK SELALU BENAR”. Mengingat beliau adalah sosok yang
mengesahkan perayaan Imlek pada masa itu dan bisa dinikmati sampai sekarang.
Tidak
main-main, tokoh yang kita datangkan langsung dari Kesekretariatan Pusat
GUSDURIAN Yogyakarta, yang sedang menempuh tesis di salah satu kampus elit Yogyakarta.
Seorang kelahiran Lamongan dan membesarkan diri di Yogyakarta ini yang mengulas
tentang semua kesalahan Gusdur dengan asumsi bahwa ‘Gusdur tetap manusia yang
terus saja mempunyai kesalahan’.

Dalam
perbincangan rutinan bulanan yang diagendakan oleh kedai kopi eReL ‘Rumah Seduh
& Rumah Karya’ ini segmen pertama Mas Bakhru menjelaskan semua tentang
kesalahan-kesalahan Gusdur pada masa kehidupannya yang sangat-sangat tidak kita
ketahui pada saat kehidupan beliau. Kurang lebih ada empat poin kesalahan
Gusdur yang dijelaskan oleh narasumber, diantaranya yakni :
1. Gusdur tidak tamat sekolah;
2. Gusdur tidak seberapa mementingkan keluarga, atau menomer
empatkan keluarga, dengan dalih membela bangsa;
3. Dengan bermodalkan keturunan kyai, Gusdur bertindak semena-mena;
4. Tidak sukses menjadi presiden.
Dalam
penjelasan empat poin tersebut, mulai dari poin pertama yang menyatakan bahwa
Gusdur tidak tamat sekolah, narasumber menjelaskan bahwa Gusdur benar-benar
menempuh pendidikan hanya sampai tingkatan menengah pertama, setelah itu beliau
berkelana dan mendapatkan ilmu dari luar. Selain itu juga Mas Bakhru
menjelaskan apabila model seperti ini ditiru oleh Follower beliau di
masa kini, maka akan ‘selesai’ pendidikan di Indonesia mengingat maraknya
kehidupan yang tidak berpendidikan di zaman digital sekarang ini.
Logikanya
adalah, Gusdur benar-benar tidak mencontohkan yang benar, tandas salah seorang
pengunjung dalam forum malam itu. Kemudian dipoin lain yang menjelaskan bahwa
Gusdur tidak mementingkan keluarga atau lebih tepatnya menomor empatkan keluarga.
Dengan dasar dibuku yang membahas sejarah Gusdur telah dijelaskan yang kemudian
dikemukakan oleh narasumber sebagai poin lanjutan dari sebagian kesalahan
Gusdur.
Penjelasan
poin Gusdur tidak mementingkan keluarga didapat Mas Bakhru dari salah satu buku
yang menceritakan sejarah Gusdur. Mas Bakhru menjelaskan dibuku tersebut bahwa
Gusdur sudah menjalin kesepakatan dengan keluarga bahwa sampai mati akan
menomor satukan Indonesia dan rakyat daripada keluarga, lalu disepakati oleh
keluarga.

Pada segmen
kedua, narasumber melemparkan argumen agar ditanggapi oleh pengunjung, ini yang
menyebabkan perbincangan semakin bertambah mesra. Kemudian salah satu
pengunjung dari FKUB (Forum Kerukunan Umat beragama) Kabupaten Kediri
menanyakan keresahan tentang bangsa Indonesia sekarang dan keterlibatan Gusdur
di Indonesia.
Pengunjung
dari FKUB ini menjelaskan keresahannya yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan
bangsa Indonesia saat ini tidakalah seperti apa yang dicontohkan Gusdur pada
kala itu dan keterlibatan Gusdur di Indonesiapun sepertinya hanya sekelumit
orang yang paham dan mampu mengaplikasikannya. Lalu, Mas Bakhru menjelaskan
bahwa yang dilakukan Gusdur yang harusnya kita tiru adalah beliau itu ‘Berani’.
Berani disini berlaku untuk semua hal, termasuk berani untuk berpendapat,
berani untuk berbeda dan berani untuk mengambil keputusan, yang dimana
masyarakat sekarang tidak mudah meniru sebab akan terjadi resiko apabila kita
melakukan semua hal yang dilakukan Gusdur.
Namun
dampaknya sangat bagus sekali untuk Indonesia jika semua meniru apa yang
dilakukan oleh Gusdur pada waktu itu, terlepas dari resiko yang akan didapat
oleh pengikut-pengikut Gusdur sekarang, karena keberanian Gusdur menjadikan
banyak perubahan yang didapat oleh pengikutnya terlebih untuk bangsa Indonesia.
Dan kemudian
narasumber menjelaskan tentang keluarga Gusdur dan pola mendidik anaknya serta
keluarga Gusdur yang tidak datang dari keluarga biologis Gusdur, mulai dari
banyak kaum-kaum non muslim dan juga pemikir-pemikir luar negeri sampai putri
Gusdur Annisa Wakhid yang sangat-sangat tahu tentang apa yang dilakukan oleh
Bapaknya, didalam dan diluar negeri. Selain itu penjelasan tentang Gusdur juga
tidak melulu tentang eksistensi beliau di dalam negeri yang hanya Ngaji,
ngaji dan ngaji.
Lebih dari
itu, Mas Bakhru menjelaskan bahwa Gusdur adalah sosok visioner yang membuat
ormas Nahdlatul Ulama tidak melulu melaukan hal yang lurus. Saat orang-orang
lain sibuk mengaji kitab, Gusdur sudah melalang buana untuk diskusi yang
sifatnya global problem. Disini kita bisa mencontoh bahwa apa yang
dilakukan Gusdur haruslah lebih dari hanya hal klasik yang sifatnya kedaerahan.
Karena Gusdur sudah mengajarkan tentang diskusi dan berkumpul masyarakat yang notabene
tidak hanya dari satu komunitas. Disini, Gusdur mengajarkan apa itu Pluralisme.
Kemudian,
forum pun mulai memanas lagi dengan bertambahnya pengunjung dan pengunjung yang
barusan datang, pun menanyakan tentang buku-buku Gusdur yang sangat tidak
jelas. Hal ini di iya kan oleh narasumber, dan menyatakan bahwa
buku-buku Gusdur memang tidak ada yang jelas, memang semua tidak masuk akal dan
ada banyak ratusan buku Gusdur yang sangat-sangat tidak logis dengan keadaan
saat ini. Sebab, kesaktian Gusdur ada dibuku-bukunya, beliau dapat menerawang
masa-masa yang belum terjadi dan sudah tertuang dibuku beliau. Lalu, Mas bakhru
menambahkan lelucon ‘sampean nek gak kuat moco gak usah sok tuku bukune
Gusdur daripada gendeng’. Dan tawa penonton semakin syahdu mengingat sudah
kurang lebih 90 menit berjalan diskusi ini.
Dari situlah
eksistensi Gusdur terjadi, dengan berbagai macam keadaan fenomenal dan menguras
sorot mata rakyat akhirnya Gusdur berhasil memikat hati rakyat lewat keberanian
dan perbedaannya. Di segmen ke empat ini, Mas Bakhru menjelaskan juga tentang
cacatnya bu Sinta Nuriyah (Istri Gusdur) adalah sebab pengeboman yang terjadi
di mobil pribadi Gusdur. Sebab, Gusdur sudah sering lolos dari percobaan
pembunuhan yang dilakukan oleh antek-antek Soeharto salah satunya adalah
pengeboman mobil tersebut. Dan malah Bu Sinta yang mendapat imbasnya. Tandas
mas Bakhru di akhir sesi.
Ada juga
kemudian pertanyaan tentang perbedaan Gusdur dan Nur Kholis Madjid, pertanyaan
ini datang dari anggota IPNU-IPPNU Kabupaten Kediri. Dan dengan lantang Mas
Bakhru menjawab bahwa Gusdur dan Cak Madjid (Sapaan Akrab Nur Kholis Madjid)
yang juga aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) ini tidak ada bedanya,
sama-sama memperjuangkan Indonesia, dengan cara masing-masing. Mas Bakhru
berargumentasi seperti ini dengan harapan bahwa pengunjung yang datang dan
bertanya seperti itu paham bahwa, semua pejuang yang hampir dikecewakan
Indonesia pada masa hidupnya, semuanya membawa peran masing-masing dan mereka
berteman, terlepas idealisme yang mereka bawa masing-masing.
Dan, semakin
malam, diskusi ini sudah hampir di 120 menit tanpa jeda dan sangat-sangat dinikmati,
gratisan Kopi Hitam serta sajian gorengan menjadi satu faktor penikmat yang
disuguhkan kedai kopi eReL ‘Rumah Seduh & Rumah Karya’ ini. Celetukan dari
pengunjung yang datang dari FKUB juga menambahkan penjelasan bahwa apa yang
dilakukan Gusdur dan Cak Madjid ini harus menjadi parameter kemajuan dan
eksistensi FKUB serta ormas sosial yang non politik untuk terus semangat dalam
menunjukkan karyanya berupa pluralisme keberagaman.
Belajar
kecintaan, keingintahuan, dan juga keberanian dalam terjun langsung yang
dilakukan Gusdur menjadi penutupan segmen pada KOPISKUSI bagian II ini.
Narasumber menjelaskan bahwa jika kita ingin menjadi sosok yang seperti Gusdur
seharusnya ada tiga poin kurang lebih yakni belajar mencintai, belajar untuk
rasa ingin tahu tinggi dan belajar berani dalam menghadapi apapun. Sebab,
Gusdur bukan hanya tentang kata “GITU AJA KOK REPOT”.
Itulah
cuplikan kronologi diskusi yang ada dikedai kami yang dihadiri anggota aktif
cakap berbicara kurang lebih tujuh (15) orang yakni dari FKUB Kediri, anggota
PMII Kota Malang, serta IPNU-IPPNU Kediri dan ada banyak customer lain
ikut menyaksikan juga. Semoga keberkahan menyertai kehadiran kita semua.
Any question,
or other? Datang kemari dan jadilah saksi, ruang kecil ini akan menjadi bukti
bahwa semua bisa dipecahkan dengan segelas kopi. Jangan berseteru dengan yang
semu, sebab kopimu mungkin belum diseduh.
Langsung datang dan pesan, sapa tau nyaman! Di Jl. Dahlia no.30, Tulungejo (kampung inggris), Pare, Kediri. Kedai eReL ‘Rumah seduh & Rumah karya’.
Langsung datang dan pesan, sapa tau nyaman! Di Jl. Dahlia no.30, Tulungejo (kampung inggris), Pare, Kediri. Kedai eReL ‘Rumah seduh & Rumah karya’.
Komentar