Langsung ke konten utama

#KOPISKUSI Bagian III (Bermusik itu, haram?)



Tema : Bermusik itu haram?
Narasumber :
1.       Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Religius UIN Maliki Malang


 



 Semakin masuk di era digital, semakin banyak pula pelajaran-pelajaran baru menyoal isu-isu dan kabar berita miring yang sengaja dijual oleh calo berita. Sebab, banyak manusia-manusia yang notabene termasuk kaum Bumi datar ini menelan mentah berita yang terjadi didalam kehidupan sehari-hari. Kendati demikian, kedai eRel ‘Rumah Seduh & Rumah Karya’ tetap membuat kajian yang dikemas panas dalam pembahasan yang diduga hanya isu-isu untuk penebaran kebencian.
Per tiga tahun yang lalu, per banyaknya orang-orang yang sering membaca berita hanya melalui sosial media dan gadgetnya saja, banyak juga berita miring yang sudah tertayangkan didalam kehidupan manusianya. Mulai dari isu-isu agama, sampai isu-isu sekecil isu kesenian. Oleh sebab itu kami mendatangkan pembicara dan pemandu diskusi rutinan bulanan ini dari kota Malang. Yang didatangkan di kedai kami adalah mereka yang bergerak didalam bidang kesenian religius yang terwadahi dalam satu Unit Kegiatan Mahasiswa di salah satu kampus elit Kota Malang.
Kurang lebih 5 orang narasumber yang akan membicarakan tentang permusikan dan kesenian yang kebetulan di bulan-bulan lalu UU Permusikan sempat marak dibicarakan semua media. Mereka semua masih menjadi mahasiswa aktif di Kota Malang. Diantaranya yakni Saad, Bela, Aliya, Firda, Fajar, dan teman-temannya juga yakni Farid, Amin dan juga peserta lain yang hadir dikedai kami.


   
Diskusi ini kita mulai pukul 20.00 sampai pukul 22.30. sebelum diskusi dimulai, kami sudah bermain musik mulai dari pukul 18.30 sampai forum berkumpul dan masif untuk melakukan sebuah kajian, dan kemudian kami memulainya. Dipimpin langsung oleh Owner kedai eReL ‘Rumah Seduh & Rumah Karya’ diskusi ini dimulai dari pengenalan per person, mulai dari siapa mereka, nama mereka, jabatan mereka dikampus, aktifitas kesenian mereka dikampus, dan pandangan mereka tentang permusikan.
Ada saad dan bela yang di segmen pertama menjelaskan tentang pengertian musik adalah sebuah nada yang tersusun berdasarkan dinamika yang kemudian dipadukan menjadi satu yang pada akhirnya menjadi sebuah harmonisasi nada yang indah. Disela-sela pengertian ini semua peserta diskusi masih asik dengan kopi dan rokok serta ada juga yang sudah mulai fokus mendengarkan.
Agaknya memang sengaja diskusi ini beralur lambat biar semakin panas pembahasan tentang permusikan yang terjadi. Moderator kemudian menanyakan terkait mereka yang ketika manggung dibayar atau tidak, dan jika dibayar, bayaran itu worth it gak sih? Kemudian satu dari mereka menjelaskan tentang bermain musik yang bagaimana yang layak dibayar dan bermain musik yang bagaimana yang seharusnya tidak berharap bayaran. Amin salah satu teman dari Malang ini menjelaskan, apabila kita bermusik dengan nada religius, mulai dari hadroh, sholawat, al banjari dan yang berbau-bau agama maka tidak seharusnya kita meminta untuk dibayar bahkan mendapat bayaran.
Sebab, menurut mereka bermusik religi atau bersholawat itu sama dengan berdakwah yang dimana kita harus senantiasa tulus dalam menjalankannya. Lain halnya dengan bermain musik di cafetaria atau disebuah event entah wedding atau event-event lainnya, bebel juga menambahkan argumen bahwa, kita layak dibayar jika permainan kita bagus, menghibur penonton, lebih-lebih dengan lagu kita sendiri.
Di sela-sela pembicaraan bebel, fajar juga menambahkan terkait UU Permusikan yang sedang marak dibicarakan. Dia menjelaskan bahwa UU Permusikan sebenarnya layak untuk diperjuangkan di sisi lain. Namun pada kenyataannya banyak yang menolak tentang berjalannnya RUU Permusikan yang sempat panas perbincangannya ditanah air.


 
               Fajar berargumen, harusnya kita layak mendapat bayaran jika apa yang kita suguhkan dalam berkesenian adalah murni karya hasil dari pemikiran kita sendiri. dalam hal ini, bayaran dianalogikan sebuah pembelian dari pemikiran yang menghasilkan sebuah karya yang diciptakan sendiri oleh pembuat karyanya. Jika sudah demikian,  maka kita layak untuk meminta timbal balik berupa bayaran atas hasil keringat berupa karya kita yang memang layak untuk dinikmati masyarakat.
 karena dalam hal ini yang kita bahas adalah permusikan maka fokus pembicaraan yang dipimpin moderator lebih mengarah kepada musik dan pelaku musiknya. Sisi lain, salah satu dari forum juga menjelaskan bahwa, banyak musisi-musisi cover, yang tidak memberikan feedback kepada pemilik karya aslinya, dan juga hanya bisa membuat karya dari orang lain, ini juga yang menyebabkan profesionalitas dan konsistensinya dalam berkarya menjadi menurun.
Lalu, moderator menanyakan juga tentang bagaimana pendapat pemateri tentang kata profesionalitas dan konsistensi dalam berkarya yang dalam hal ini bermusik? Lalu, saad, pimpinan UKM Seni Religius ini menjawab perihal profesionalitas dan konsistensi dalam bermusik. Saad menjelaskan bahwa profesionalitas dalam bermusik meliputi banyak hal, diantaranya yakni :
  1. Tepat waktu saat diundang;
  2. Permainan yang benar-benar menghibur penonton;
  3. Perfeksionis dalam penampilan;
  4. Sesuai dengan jam terbang dan jam kontraknya;
  5. Juga, tentang rasa capek, sakit, dan juga badmood yang harus selalu tidak diperlihatkan ketika sedang menghibur.
Selain menyoal profesionalitas, saad dan bebel juga menambahkan masalah konsistensi dalam berkarya seni, bebel sebagai vokalis juga menambahkan tentang konsistensinya dalam bernyanyi. Meskipun belum banyak lagu yang diciptakan, dia lebih sering menyanyi lagu dengan  genre  arabic, namun bebel berargumen bahwa dia sebagai penyanyi pun konsisten dalam menjalankan perannya sebagai penyanyi. Diantaranya yakni terkait sering kali latihan untuk mengolah suaranya, menghafal banyak lagu, selalu meng upgrade penampilan panggung, dan juga belajar public speaking untuk benar-benar bisa menghibur penonton.
Penyanyi Gambus dari Kota Malang ini  juga menambahkan bahwa, tidak ada yang diharamkan atau perlu dilarang dalam bermusik, sebab logikanya selagi kita bisa menghibur dan membuat orang lain senang, kenapa harus dilarang? Bebel berkata sedemikian rupa sebab maraknya kasus-kasus tentang permusikan yang terjadi.
Kendati demikian, masih saja mereka pernah bermasalah dan bahkan diberhentikan pada saat mereka bermusik.



Mereka bercerita bahwa, pernah bermain gitar didalam masjid, kemudian disuruh berhenti, juga pernah menghibur tiba-tiba disuruh pulang, bahkan sampai diharam-haramkan pada saat bermain musik disebuah daerah. Moderator pun tidak hanya diam agar membuat pembahasan semakin mencerahkan.
Lalu moderator pun menanyakan, kenapa musik bisa diharamkan tersebut? Mereka menyimpulkan dalam satu jawaban kenapa musik bisa jadi haram padahal tidak ada Undang-undang ataupun tidak ada sebuah ayat yang menjelaskan tentang haramnya musik. Bahkan di solo, setiap perayan Haul disalah satu Pondok Pesantren pun mereka rayakan dengan bermusik bersama.
Mereka menyipulkan bahwa bermusik bisajadi haram jika :
  1. Ketika bermain musik malah melupakan aktivitas kita sebagai manusia sosial yang harusnya mengerjakan kewajiban yang lain juga;
  2. Ketika waktu bermusik, malah mengajak penonton untuk berbuat ricuh bahkan sampai terjadi tawuran;
  3. Ketika bermusik lirik yang kita ucapkan mengandung sara;
  4. Dan juga jika kita menyalahi adat disebuah daerah yang tidak boleh bermusik sekalipun.
Perbincangan ini pun tidak terasa sampai pada pukul 22.30, saking asiknya, peserta pun hanya mencatat dan mendengarkan dengan khidmat, mengingat peserta diskusi tidak datang dari musisi semuanya.
Di  Closing Statement  saad menambahkan bahwa tentang musik, haram dan cover semua hanya prespektif yang berdasarkan mindset juga sudut pandang setiap manusianya. Maka selama kita bisa menghibur, selama kita bisa bermanfaat didunia kesenian ataupun didunia permusikan, tidak ada alasan haram karena akan banyak orang yang membela kita untuk tetap berkarya dan menghibur orang-orang.
Itulah cuplikan kronologi diskusi yang ada dikedai kami yang dihadiri anggota aktif cakap berbicara kurang lebih dua puluh empat (24) orang yakni dari UKM Seni Religius UIN Malang, anggota PMII Kota Malang, serta IPNU-IPPNU Kediri dan ada banyak customer lain ikut menyaksikan juga. Semoga keberkahan menyertai kehadiran kita semua.
Any question, or other? Datang kemari dan jadilah saksi, ruang kecil ini akan menjadi bukti bahwa semua bisa dipecahkan dengan segelas kopi. Jangan berseteru dengan yang semu, sebab kopimu mungkin belum diseduh.
Langsung datang dan pesan, sapa tau nyaman! Di Jl. Dahlia no.30, Tulungejo (kampung inggris), Pare, Kediri. Kedai eReL ‘Rumah seduh & Rumah karya’.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#KOPISKUSI Bagian II (Gusdur tidak selalu benar)

Tema : Gusdur tidak selalu benar Nara Sumber : 1.        M. Bakhru Thohir, M.Si (Anggota GUSDURIAN PUSAT Yogyakarta)        Ada hal yang sangat klise jika dijelaskan ketika semua khalayak umum sudah paham apa yang akan terjadi dan apa yang sudah terjadi. Begitupun hal yang sudah menjadi isyarat di masa kemudian dan isyarat yang terjadi di masa lampau. Salah satunya yakni petuah ataupun kata-kata yang tidak sengaja terlontar dari Tokoh atau sosok yang tersohor pada kala itu sampai kala nanti. Namun, lebih salah lagi, jika kita hanya berdiam dan hanya mampu untuk mengatakan ‘iya’ serta tidak tahu menahu apalagi apatis terkait fatwa yang sudah terlontar. Terlebih lagi banyak khalayak yang menangkap mentah dan sampai men dewa kan siapapun yang dianggapnya benar walaupun sudah menentang segala perbedaan dan kebenaran yang terjadi ketika si pemilik fatwa tersebut sudah tidak ada dibumi ini. Itu adalah bagian dari salah satu k...

#KOPISKUSI bagian I (biarkan wanita bicara)

Tema : Biarkan Wanita Bicara Nara Sumber : 1.        Tata shofia Mahsana Al Hoda (Aktivis Perempuan Kota Malang) 2.        Novi Nisa Khasana (Aktivis Perempuan Kota Kediri) Banyak hal yang sangat abu-abu dalam setiap hal yang kita lihat ketika berhadapan dengan wanita, pola kehidupan dan prinsip salah satunya. Pada hari kemarin, tepatnya minggu, 23 desember 2018 kedai sederhana kami eReL’Rumah seduh & Rumah karya’ menyuguhkan diskusi epik yang dikemas apik untuk membongkar semuanya yang terdapat dalam kepribadian wanita. Meskipun tidak semuanya kita bisa mengetahuinya. Tidak main-main, narasumber yang dihadirkan langsung dari dua kota besar yakni kediri dan malang. Kita ambil sampel paling sederhana yakni dengan mengundang wanita yang bercadar (read;mbak novi) dan wanita tomboi yang memakai hijab (read;mbak tata). Sengaja kami mengambil dua contoh wanita terkini dengan segala macam pertanyaan yang ...